PACITAN,wartakita.co- Setiap Bulan Suci Ramadhan tiba, istilah “Ngabuburit” melekat pada kehidupan masyarakat di Indonesia. Pun demikian dengan masyarakat di Kabupaten Pacitan, ngabuburit seolah jadi tradisi, utamanya para pemuda.
Hanya saja, meski menjalani tradisi itu, tak semua masyarakat paham dengan makna Ngabuburit. Umumnya mereka hanya mengikuti trend jalan-jalan sore hari sembari menunggu waktu berbuka puasa.
Erwin(19), salah satu pemuda Pacitan yang sedang asik berbincang bersama teman sebayanya tak bisa menjawab secara jelas ketika ditanya soal Ngabuburit.
“Gak tahu lah, kami juga hanya ikut-ikutan saja bahasa itu. Tapi secara ciri khas itu seperti bahasa Sunda, Jawa barat,”kata Erwin kepada wartakita.co, Rabu(21/4) sore.
Tidak hanya kalangan millenial, orang dewasa pun juga tidak mau kalah dengan istilah Ngabuburit. beramai-ramai bersendau gurau di tepi jalan sambil menunggu waktu Buka Puasa tiba.
Seperti yang di lakukan oleh Wiwin(25), asal Kecamatan Kebonagung yang juga ngabuburit di sekitaran Jalur Lintas Selatan (JLS). Meski demikian, Wiwin pun juga tidak tahu apa artinya ngabuburit. Padahal dia hampir tiap sore ngabuburit bersama suami, anak-anaknya dan juga temannya.
“Ngabuburit itu yang jelas bahasa Sunda. Tapi maaf, saya tidak tahu artinya. Karena kan kalau bulan puasa seperti ini kebanyakan saat sore hari menjelang buka puasa anak muda mengatakan ngabuburit. Jadi ya kita ikut-ikutan saja,”ungkap Wiwin.
Itulah uniknya sebagian masyarakat di Pacitan. Bisa mengatakan dan menjalani tapi tidak tau artinya. Umumnya mereka hanya menirukan budaya yang ada di tengah masyarakat tanpa peduli makna dan artinya.
Asal-usul kata ngabuburit sendiri berasal dari bahasa Sunda. Menurut Kamus Bahasa Sunda yang diterbitkan oleh Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS), kata ngabuburit secara lengkap diambil dari kalimat “ngalantung ngadagoan burit” yang memiliki arti bersantai-santai sambil menunggu waktu sore.