PACITAN,wartakita.co-Bulan Muharram jadi momen istimewa bagi warga Pasar Minulyo, Pacitan. Mereka merayakan tahun baru Islam itu dengan cara Sedekah Pasar.
Prosesi Sedekah Pasar digelar di pelataran parkir pusat jual beli tradisional merakyat. Mobil maupun motor yang biasanya berjajar digantikan deretan manusia. Ditengahnya tampak 9 gunungan tertata simetris.
Bukan terbuat dari nasi. Gunungan sebanyak itu dibuat dari rangka bambu berbentuk kerucut. Di bagian luarnya ada aneka barang dagangan pasar disusun sedemikian rupa. Mulai sayur mayur, jajanan, hingga perabot rumah tangga.
“Semua (bahan) dari pedagang. Setelah semua terkumpul berbentuk gunungan, siapa saja boleh ambil,” kata Ketua Paguyuban Pasar Minulyo, Nanang Ansori, Sabtu (29/7/2023).
Adapun jumlah tumpeng sebanyak 9, lanjut dia melambangkan kakakter dasar manusia. Hal itu terpaut pula dengan pemilihan tanggal 10 Muharram sebagai waktu pelaksanaan Sedekah Pasar. Patokan itu selalu menjadi acuan event budaya tersebut.
“Nah, adapun penentuan tanggal 10 (Muharram) itu istilahnya untuk menggenapi jumlah 9 (tumpeng) tadi,” papar pria yang karib disapa Kang Manyul.
Sedianya prosesi Sedekah Pasar baru akan dimulai setelah ada seremonial sederhana. Namun rupanya kedatangan Bupati Indrata Nurbayu Aji beserta rombongan dimaknai warga sebagai penanda dimulainya acara. Sontak mereka berlarian mengerubuti gunungan.
Baca juga : ‘Sedekah Pasar’ ala Pedagang Pacitan Jadi Pusat Perhatian
Halaman parkir pun berubah menjadi lautan manusia. Aksi saling rebut pun tak terhindarkan. Itu menjadi pemandangan seru. Di tambah lagi suara teriakan dan gelak tawa saat mereka berusaha meraih barang dagangan yang tertambat di gunungan.
Tak sampai 2 menit semua barang yang bergelantungan di gunungan ludes. Yang tersisa hanyalah kerangka bambu. Warga pasar maupun masyarakat sekitar meninggalkan lokasi dengan membopong beragam barang.
“Saya dapat sepatu, tempat nasi, kelapa 1 (butir), sepatu, dan jajan,” kata Suryatin, penjual ikan goreng yang turut berebut gunungan.
Perempuan yang tinggal di Dusun Bubakan, Desa Kembang itu mengaku bahagia dapat ikut memeriahkan event tahunan tersebut. Pun dirinya merasakan sensasi deg-degan saat saling dorong dengan warga lain hingga tubuhnya hampir terjatuh.
“Pas rebutan tadi rasanya mau roboh gitu. Terus ada dorongan dari belakang, akhirnya bisa bangkit lagi,” ujarnya kegirangan.