Dulu Peringkat Satu Daerah Kekeringan Kritis, Kini Desa Petungsinarang Bisa Jadi Rujukan Penanganan Krisis Air di Pacitan

Suryadi perlihatkan air mengalir dari jaringan di rumahnya di Desa Petungsinarang. (Foto/wartakita.co).

PACITAN,wartakita.co -Kebahagiaan menyelimuti sebagian penduduk Desa Petungsinarang, Kecamatan Bandar, Pacitan. Setidaknya selama musim kemarau kali ini, mereka tak lagi merasa kesulitan mendapat pasokan air bersih. Kekeringan kritis yang sebelumnya melanda, mampu diselesaikan melalui berbagai program pemerintah tiga tahun terakhir.

“Dulu susah kalau sudah kemarau seperti ini, harus membeli air pas punya uang. Kalau tidak ada (uang) ya cari ke sumber air, itupun hampir seharian dapatnya. Sekarang sudah enak, tidak perlu repot-repot mengambil ke sumber yang jaraknya cukup jauh,” kata Sukat, seorang warga di Petungsinarang.

Giyem, warga lainnya, mengaku pasokan air ke rumahnya belum sepenuhnya sempurna karena harus bergantian dengan penduduk lainnya. Akan tetapi, ketersediaan air saat ini menurutnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan harian rumah tangga.

“Mengalirnya kan bergantian jadi harus pakai bak penampungan. Airnya ditampung dulu, jadi tidak akan kehabisan,” ujar Giyem.

Baca juga : Ritual Adat ‘Lempung Agung’, Berkah dari Tanah Persawahan Pacitan

Persoalan air yang dialami sebagian besar masyarakat Desa Petungsinarang selama bertahun-tahun benar adanya. Kepala Desa Petungsinarang, Suryadi, menyebut kekeringan seolah jadi masalah klasik. Utamanya bagi warga di lima wilayah dusun. Namun, atas kegigihan seluruh elemen masyarakat desa, masalah itu perlahan mulai teratasi.

“Sebelum tahun 2022, warga kami harus membeli air seharga Rp 100 ribu untuk mencukupi kebutuhan. Dan Allhamdulillah saat ini, program pengentasan kekeringan yang menjadi prioritas pemerintah desa membuahkan hasil. Warga tak lagi bersusah payah untuk bisa mendapatkan air,” kata Suryadi kepada wartawan.

Baca juga : Ribuan Orang Antusias Saksikan Budaya Khas Sudimoro

Suryadi, menegaskan penanganan kekeringan parah di desanya melibatkan semua eleman masyarakat desa, pemerintah kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat. Memanfaatkan sumber mata air tak terbatas, pemerintahannya memaksimalkan program pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur penyediaan air bersih seperti sumur bor, bangunan penampung air serta jaringan distribusi air dengan baik.

Perlahan tapi pasti, upaya yang dilakukan secara bertahap telah menuai hasilnya. Saat ini warga sudah tidak perlu lagi mengantri ataupun membeli air kecuali dalam situasi tertentu seperti hajatan.

“Saat ini sudah cukup untuk seluruh warga, meski masih menggunakan sistem giliran,” paparnya.

Pasokan air, lanjut Suryadi, berasal dari sumber mata air Nginuman yang dialirkan ke bak penampungan di Dusun Krajan yang berjarak sekitar 800 meter. Air dalam tampungan itu kemudian didistribusikan ke tiap rumah warga.

“Sebagian masih bergiliran setiap sore, namun hal ini sudah cukup memenuhi kebutuhan seluruh warga. Tiap keluarga hanya dibebani biaya Rp 10 ribu untuk 1.200 liter air,” jelas kepala desa tiga periode tersebut.

Penanganan kekeringan di Desa Petungsinarang diakui masih belum sepenuhnya sempurna. Namun, komitmen dan berbagai upaya yang sudah dilaksanakan jadi sebuah capaian yang tak ternilai. Ini karena air merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Capaian ini sekaligus melepas status Desa Petungsinarang, sebagai desa peringkat pertama rawan kekeringan kritis di Kabupaten Pacitan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *