BEM STKIP PGRI Pacitan Kaji Wacana Pemilu Tertutup

BEM STKIP PGRI Pacitan lakukan kajian wacana pemilu tertutup. (Foto/istimewa).

PACITAN,wartakita.co– Wacana pemilihan umum (Pemilu) 2024 dengan sistem proporsional tertutup menyita perhatian publik. Terlebih, wacana itu sempat terlontar dari Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari.

Berbagai kalangan termasuk partai politik telah mangambil sikap. Pun demikian dengan mahasiswa di Pacitan. BEM STKIP PGRI Pacitan gelar kajian internal terkait wacana pemilu tertutup pada Rabu (18/1) kemarin.

Menteri Luar Negeri Kabinet Nawasena BEM STKIP, Irma Sintia menyatakan opsi pemilihan secara tertutup seperti halnya membeli kucing dalam karung.

“Sistem pemilu berkaitan langsung dengan penentuan nasib rakyat dalam memilih wakilnya di parlemen, sehingga rakyat harus mengetahui latar belakang dan pengalaman calon yang akan dipilih,” ujarnya.

“Dengan sistem pemilu proporsional tertutup artinya masyarakat hanya bisa memilih partai politik karena calegnya dipilih oleh partai, sehingga masyarakat seolah-olah seperti membeli kucing di dalam karung karena tidak tahu pasti caleg yang diinginkan,” imbuhnya.

Hal senada diungkap Lutfi Abdul Majid, Wakil Presiden BEM. Menurutnya pemilihan tertutup tak hanya mendegradasi hak rakyat memilih calon yang diingingkan tetapi juga berpotensi mengkerdilkan partai kecil.

“Pemilu proporsional tertutup merugikan partai-partai kecil dan hanya memberikan keuntungan bagi partai-partai besar, serta menyebabkan dominasi calon elit dan kurangnya peran masyarakat dalam proses pemilihan,” katanya.

“Hal ini juga akan berdampak pada pembangunan berskala nasional di berbagai daerah yang akan berkurang karena kampanye-kampanye yang dilakukan hanya akan tersentralisasi pada partai saja,” jelas Lutfi.

Presiden BEM Khoirul Ilham mengingatkan agar tak tertipu dengan alasan penghematan anggaran pada pemilu proporsional tertutup. Sebab, ada konsekuensi besar apabila opsi ini dipilih.

Salah satunya tercipta peluang praktik penyimpangan dalam bentuk transaksi atau menjual kursi dengan nominal tertentu. Ini bisa terjadi apabila partai politik punya kewenangan berlebih menentukan calon terpilih.

“Tanpa adanya tendensi untuk merendahkan profesi Asisten Rumah Tangga (ART), jangan sampai ide sistem proporsional tertutup ini justru menjadikan partai politik menjadi seperti sebuah yayasan penyalur ART, yang mana caleg diharuskan membayarkan sejumlah uang tertentu kepada partai agar dapat disalurkan atau ditempatkan untuk kerja,” tegasnya.

BEM STKIP PGRI Pacitan berharap penyelenggara mempertimbangkan beragam aspek termasuk ketersediaan waktu, sebelum memutuskan mengganti sistem pemilu proporsional terbuka sesuai UU Nomor 7 tahun 2017.

Diketahui, sistem pemilu tertutup muncul ke permukaan publik seiring adanya permohonan uji materi sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi. (Khoirul/mg).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *