PACITAN,wartakita.co- Upacara adat Ceprotan di Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, Pacitan kembali digelar pada Senin (13/5) petang. Pelestarian warisan budaya nenek moyang itu pun mengundang perhatian masyarakat luas.
Ribuan warga berbondong-bondong untuk menyaksikan serangkaian prosesi adat Ceprotan yang digelar di lapangan desa setempat. Selain warga lokal, mereka berasal dari berbagai daerah luar Pacitan.
Keramaian pengunjung di lokasi upacara Ceprotan makin terasa penuh sesak menjelang petang. Puncaknya ketika dua kelompok berbaju serba hitam berada di lapangan tempat berlangsungnya perang Ceprotan.
Baca juga : Gimik Politik Calon Perseorangan di Pilbup Pacitan 2024 Terjawab
Dua regu yang telah bersiap itu kemudian saling melemparkan Cengkir atau kelapa yang dikuliti dan direndam hingga melunak. Perang Cengkir terjadi sesaat sesaji ingkung (ayam panggang utuh) di dekat sumber mata air tiba-tiba dicuri. Pencuri ingkung melarikan diri lalu dilempari Cengkir dari dua arah yang saling berhadapan.
Aksi saling lempar ribuan Cengkir ini jadi tonggak rangkaian upacara Adat Ceprotan di Desa Sekar, Donorojo. Dalam rangkaiannya, teriring doa dan harapan yang dipanjatkan seluruh masyarakat.
“Dengan tradisi ini diharapkan masyarakat Desa Sekar gemah ripah loh jinawi (kondisi wilayah yang subur dan masyarakat yang makmur),” kata Miswandi, Kepala Desa Sekar, Donorojo pada wartawan Senin (13/5).
Ceprotan jadi tradisi turun temurun yang rutin dilaksanakan tiap tahun tepat pada hari Senin Kliwon, bulan Longkang atau Sela (dalam kalender Jawa). Tradisi ini erat kaitannya dengan tokoh bernama Kaki Godhek, orang pertama yang berperan atas terbentuknya Desa Sekar.
Baca juga : Respon Keluhan Wisatawan, Disparbudpora Sampaikan Permintaan Maaf
Dan dibalik ritual sakral Ceprotan, rupanya ada tradisi khusus yang dilakukan warga setempat. Seluruh warga di Dusun Krajan, Desa Sekar menyiapkan beraneka ragam makanan termasuk ingkung.
Makanan yang disiapkan secara sukarela itu kemudian dibawa ke balai desa setempat pada pagi hari. Usai memanjatkan doa bersama, makanan yang disediakan disantap bersama penduduk sekitar.
“Tradisi ini bagian dari kegiatan bersih desa. Pelajaran yang bisa dipetik adalah pentingnya menjaga nilai kegotongroyongan dan kebersamaan,” jelas Miswandi.
Bupati Indrata Nur Bayuaji punya tekad dan harapan agar Ceprotan makin dikenal secara luas. Terlebih, Ceprotan jadi salah satu warisan budaya tak benda yang jadi kebanggaan Pacitan.
“Ceprotan ini sudah teruji dalam pelaksanaan dengan jumlah penonton yang luar biasa (besar). Masyarakat melestarikan, daerah akan berupaya meningkatkan dan mengenalkan Ceprotan ke masyarakat luas melalui pemerintah provinsi maupun pusat,” kata Mas Aji di lokasi upacara adat Ceprotan.
Bupati mengapresiasi semua pihak yang terlibat langsung dan tak langsung dalam serangkaian pelaksanaan upacara Adat Ceprotan. Event budaya yang berlangsung 3 hari itu berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat.